Alma Marikka Geraldina
Terhitung sudah 2 tahun sejak pandemi COVID-19 memasuki Indonesia dan mengharuskan orang-orang untuk beraktivitas di rumah. Banyak kegiatan yang biasanya menjadi keseharian, kini mau tidak mau harus ditunda atau dilakukan di rumah. Tentu beradaptasi dengan kebiasaan baru adalah hal yang sulit untuk dilakukan, namun jika ingin pandemi segera berakhir dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.
Salah satu isu yang paling banyak menjadi perdebatan di tengah pandemi yang tidak kunjung berakhir adalah kesulitan untuk menahan diri tetap di berada di rumah dan melakukan kegiatan-kegiatan seperti sekolah dan bekerja dari rumah. Banyak orang yang kemudian dengan alasan tidak tahan berada di rumah dan berkegiatan di rumah memutuskan untuk pergi ke tempat-tempat umum untuk urusan yang tidak mendesak, bahkan ketika sedang dalam masa karantina sekembalinya dari luar negeri.
Saya pribadi sebenarnya cukup prihatin dengan hal itu. Meskipun sekarang ada protokol kesehatan dan vaksinasi, namun tentu tidak bisa menekan angka COVID-19 hingga 0% bukan? MIsalkan dengan adanya protokol kesehatan dan vaksinasi, peluang terinfeksi COVID-19 bisa ditekan hingga 10%. Jika ada 100 orang, hanya 10 orang yang akan terkena. Namun jika yang 10 orang itu salah satunya adalah kita bagaimana?
Itulah mengapa berada di rumah adalah hal yang terbaik yang bisa dilakukan. Namun berada di rumah untuk waktu yang lama tentu sangat tidak menyenangkan. Saya tidak terkecuali. Selama ini saya termasuk orang yang cukup sibuk dengan kegiatan perkuliahan, pekerjaan paruh waktu, belum gaya hidup mahasiswa yang lebih memilih nongkrong di kafe atau mall ketika memiliki waktu luang. Berada di rumah saja tentu bukan kegiatan yang biasa saya lakukan.
Ketika masa pandemi dimulai dan orang-orang diminta untuk berada di rumah saja, saya merasa stres dan kehilangan semangat untuk berkegiatan. Saya merasa dunia ini sungguh suram. Namun, yang cukup mengejutkan, setelah beberapa waktu beralalu saya mendapati diri saya bisa tidak main keluar rumah selama berbulan-bulan dan bahkan tidak terganggu dengan fakta bahwa kondisi ini mungkin akan berlangsung sampai kurun waktu yang belum diketahui.
Saya mendapati diri saya mulai betah mengerjakan rutinitas saya di rumah. Saya juga mulai melakukan kegiatan-kegiatan baru untuk menemani hari-hari saya di rumah. Saya bahkan tidak ada hasrat untuk main ke mall atau kafe yang dulu bahkan hampir setiap hari saya datangi. Perasaan saya perlahan membaik dan kembali bersemangat.
Saya sendiri bertanya-tanya apa kiranya yang bisa membuat diri saya bisa berubah begitu drastis, kemudian saya mengetahui bahwa itu adalah perasaan “menerima”. Sesuai arti kata menerima secara harfiah, “menerima” adalah dapat menerima kondisi yang sedang terjadi. Menerima berbeda dengan pasrah. Pasrah merujuk pada kondisi membiarkan, sedangkan menerima merujuk pada adanya visi selanjutnya. Dengan menerima, seseorang bisa masuk pada fase apa yang selanjutnya harus dilakukan.
Saya menerima bahwa keadaan belum juga membaik setelah sekian lama. Saya tentu merasa stres dan kesepian karena harus di rumah saja, tetapi saya mulai melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang saya selama dirumah.. Saya juga menerima bahwa kegiatan belajar harus dilakukan di rumah dan dengan ikhlas menerima bahwa keadaan memang tidak memungkinkan dan saya harus mulai belajar untuk menggunakan teknologi yang dibutuhkan.
Untuk dapat menerima, bersyukur adalah faktor utamanya. Saya bersyukur bahwa di tengah kondisi sulit saya tidak terdesak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Saya bersyukur saya adalah orang yang beruntung. Dengan bersyukur, menerima kondisi jika sebaiknya tetap berada di rumah adalah sesuatu yang tidak sulit. Sedangkan perasaan seperti betah di rumah saja adalah buah dari perasaan menerima yang disebut dengan adaptasi.
Adaptasi inilah yang sebenarnya diharapkan saat ini, bukan justru bebas bepergian seperti masa sebelum pandemi. Adaptasi ini berkaitan dengan gaya hidup yang dilakukan orang sehari-hari dalam berkegiatan. Jika dulu orang bilang butuh piknik lalu bepergian, sekarang piknik bisa dilakukan di rumah saja, yang penting adalah hati senang. Pemikiran seperti itu mungkin tidak akan muncul jika tidak dalam kondisi menerima keadaan.
Tidak perlu merasa terpaksa berada di rumah saja. Bersyukurlah dengan apa yang kamu punya sekarang dan terima bahwa memang keadaan sekarang sedang sulit. Maka menghadapi pandemi di rumah saja, melakukan karantina mandiri, dan berkegiatan di rumah saja, tentunya bukan hal yang sulit dilakukan.
Jadi, apakah kamu sudah menerima hari ini?